Legenda Gunung Slamet
Pada zaman dahulu kala konon Gunung Slamet merupakan gunung yang sangat tinggi.
Bahkan saking tingginya, sampai mencapai langit.
Orang-orang mendengar bahwa mereka dapat mengambil bintang jika mereka berada di puncak gunung.
Namun demikian tidak ada seorangpun yang berani ke sana.
Orang-orang takut para dewa di surga akan marah jika orang mengambil bintang.
Walaupun manusia tidak berani mengambilnya, keindahan bintang-bintang ternyata membuat beberapa kera berani naik ke puncak gunung.
Dipimpin oleh raja mereka, mereka pergi ke sana dan mengambil beberapa bintang.
HAl itu menyebabkan langit menjadi gelap pada malam hari.
Orang-orang sedih dan para dewa marah!
Batara Guru adalah pemimpin para dewa.
Dia mengadakan pertemuan. Ia mengundang Batara Narada, Batara Brama, Batara Bayu, dan lainnya.
Batara Narada punya ide bagaimana menghentikan monyet.
Mereka akan meminta bantuan Ki Semar.
Ki Semar sebenarnya adalah salah satu dewa. Dia bahkan lebih tua dari Batara Guru. Tapi Ki Semar tidak tinggal di surga.
Dia tinggal di bumi bersama anak-anaknya, Gareng, Petruk, dan Bagong. Ki Semar memiliki kesaktian yang luar biasa.
Dia bahkan bisa memotong puncak gunung dengan mudah. Tapi pertama-tama, dia ingin memberi pelajaran pada monyet-monyet nakal itu.
Mereka harus dihukum karena mencuri bintang.
Dia kemudian membuat rencana bersama anak-anaknya untuk menjebak para monyet.
Gareng lalu pergi ke puncak gunung. Dia harus mengajak monyet-monyet itu untuk turun dengan memberi mereka beberapa pisang.
Usaha itu Berhasil! Monyet-monyet itu mengikuti Gareng.
Setelah para kera meninggalkan puncak gunung, Ki Semar segera membelah puncak gunung.
Sebagian besar dilemparkannya ke Cirebon.
Itu menjadi Gunung Ceremai dan bagian-bagian kecilnya menjadi gunung-gunung kecil, seperti Gunung Clirit, Gunung Tapak, dan lainnya.
Setelah kera meninggalkan gunung dan mengikuti Gareng, Petruk sudah siap dengan air panas.
Dia berencana menuangkan air panas ke atas monyet.
Dia menunggu dan menunggu tetapi monyet tidak pernah mendatanginya. Ia tidak tahu bahwa saat para monyet mengejar Gareng, mereka bertemu dengan seekor naga raksasa.
Monyet-monyet itu bertengkar dengan naga itu. Sangat mengerikan sehingga monyet dan naga akhirnya mati.
Karena lelah menunggu kera, Petruk kemudian meninggalkan tempat tersebut.
Dia tidak membawa air panasnya dan meninggalkannya di sana.
Orang-orang kemudian menamai tempat Petruk meninggalkan air panasnya dengan nama Guci.
Jaraknya sekitar 50 kilometer dari Tegal, Jawa Tengah.
Daerah ini terkenal dengan air panasnya.